A. Aksi pementasan dan Makna Tari Ronggeng Bugis
Para penari semuanya laki-laki yang menggunakan kebaya berwarna menyolok dan terang. Sanggul kecil ditempelkan di belakang kepala pada posisi miring. Make up menyolok dan gambar bibir yang miring sehingga perpaduan seluruh hiasan yang digunakan memunculkan kesan lucu yang mengundang tawa. Tata rias dan pakaian yang digunakan tidak selamanya baku. Semua dapat berubah-ubah sesuai dengan bayangan kesan yang akan mengundang gelak tawa penonton.
Jumlah penari pada satu pementasan tidak ditentukan secara khusus. Rata-rata berjumlah antara empat sampai dengan sembilan orang. Jumlah penari akan disesuaikan dengan luas arena pertunjukkan. Tarian tersebut rata-rata memerlukan arena cukup luas karena dilakukan dengan gerakan lincah penuh gerakan atraktif dan dilakukan oleh beberapa penari.
Atraksi tari dimulai dengan munculnya seorang penari yang memperagakan gerakan lucu. Gerakan tarian yang dibawakan beritmik pelan dan gemulai. Setelah itu, muncul enam penari lain beriringan melakukan gerakan tari yang sama, berlenggang-lenggok dengan berbagai gerakan. Gerakan selanjutnya adalah gerakan yang mengandung cerita lucu. Berbagai gerakan lucu tersebut berlangsung antara sepuluh hingga lima belas menit. Kelucuan tidak terbatas pada gerakan, juga memanfaatkan hiasan yang dikenakan. Misalnya sanggul salah seorang penari copot, lalu sanggul tersebut dilemparkan ke arah pemain gamelan, dan lain sebagainya.
Tapi jangan salah meskipun gaya wanita, make up yang digunakan oleh penari tidak terlihat cantik itu bisa dibilang seperti badut yang mengundang tawa. Asal usul tarian Ronggeng Bugis, didukung ketegangan yang terjadi antara kerajaan Cirebon dengan Kerajaan Islam. Sunan Gunung Djati sebagai Raja Cirebon kemudian memberi tahu kerabat kerajaan yang datang dari Bugis untuk memata-matai atau ketika itu dikenal dengan kode telik Kerajaan Pajajaran. Waditra atau iringan musik yang digunakan dalam pertunjukan tari kata sandi telik atau ronggeng bugis adalah alat musik tradisional Jawa Barat antara lain Kelenang, Gong kecil, Kendang, Kecil, dan Kecrek. Tulisan pendek ini membahas antara lain untuk memposisikan kembali kesenian tradisi Cirebon secara proporsional dan tidak selalu dideduksi untuk sejarah Cirebon. Kesalahpahaman dapat terus meningkatkan sejarah kesenian tradisi dipertanyakan sebagai olah raga politik dan pemerintahan Kerajaan Cirebon kompilasi itu. Nampak jelas ada keinginan seniman untuk memuliakan para aulia (orang suci) penyebar agama, dan ini sah. Namun, upaya ini tidak dilakukan secara berlebihan, malah menyimpang dari ajaran agama.
Berharap semoga tulisan ini menggugah seniman, khususnya koreografer tari tradisi untuk menempatkan kesenian tradisi pada kedudukannya tanpa mematut-matut pada perjalanan sejarah yang telah diterbitkan sebelumnya. Biarlah catatan sejarah itu sebagai referensi, namun tetap kuat koreografer tetap yang utama. Mengapa dinamakan Ronggeng Bugis? Tari Kabarnya terinspirasi dari gabungan pemuda Bugis (Sulawesi Selatan) yang mukim di Cirebon. Mereka siap melaksanakan tugasnya untuk mencari informasi Kerajaan Pajajaran menerima kekuatan Kerajaan Cirebon di bawah pimpinan Sunan Gunungjati yang saat itu masih lemah. Tugas spionase itu muncul berdasar ide pemuda Bugis, dan layaknya sastra lama maka nama pemuda-pemuda Bugis pun tidak tersedia dalam sejarah kesenian Cirebon. Kabar lain mengatakan Ronggeng Bugis ikut berpartisipasi dalam beberapa peperangan sporadis rakyat Cerbon melawan Kompeni. Penari Ronggeng Bugis yang menyadap informasi tentang persenjataan Kompeni, kekuatan pos penjagaan Kompeni, bahkan dapat menggunakan senjata. Kisah lisan yang berkembang di komunitas kesenian Cirebon.
Atas dasar penyamaran tersebut juga munculah Tarian Ronggeng Bugis, yang semua penarinya adalah laki-laki dengan make up dan aksesoris perempuan. Juga memiliki pandangan yang unik dan melambangkan keagungan kelompok prajurit Sunan Gunung Jati dalam mengabdi kepada bangsa dan negaranya, bagaimana pun dilakukan asalkan tidak dilindungi ketentuan yang didukung oleh agama.
“Sampai sekarang menari ini menjadi pertunjukan pertunjukkan rakyat yang sangat menyenangkan,” jelasnya yang juga pernah berkecimpung menjadi salah satu penari Ronggeng Bugis di sanggar tari.
Gerakan yang dilakukan dalam penampilan ini menimbulkan kesan lucu, karena setiap gerakan mereka harus selalu ada pada saat melakukan penyamaran, takut dipahami oleh para musuhnya. Meskipun dalam pelaksanannya lumayan sulit, karena terkadang sifat laki-laki muncul pada saat menari. Pakaiannya sendiri terdiri dari beberapa baju wanita bermotif, kain batik, selendang, dan aksesoris seperti bunga yang disediakan di kepala.
“Tari Ronggeng Bugis ini salah satu dari banyak tarian tradisional yang ada di Jawa Barat. Tapi sayang, tari ini belum terlalu dikenal oleh masyarakat, ”pungkasnya.
Tarian ini berubah komedi karena dimainkan oleh penari laki-laki sebanyak 12 - 20 orang dengan gaya menari layak dan gaya perempuan. Namun jangan salah saat mendesain wanita, makeup yang digunakan oleh penari tidak kelihatan cantik bisa dibilang mirip baduk yang mengundang gelak tawa.
Asal mula tari Ronggeng Bugis, dilatarbelakangi, terjadi antara kerajaan Cirebon dengan Kerajaan Islam. Sunan Gunung Djati sebagai Raja Cirebon saat itu menyuruh seorang kerabat kerajaan yang berasal dari Bugis untuk memata-matai atau saat itu dikenal dengan istilah telik sandi Kerajaan Pajajaran. Waditra / pengiring musik yang dipakai pada pertunjukan tari telik sandi / ronggeng bugis ini adalah alat musik tradisional dari Jawa Barat antara lain Kelenang, Gong kecil, Kendang, Kecil, dan Kecrek.
Jalannya Pertunjukan
Apabila dilakukan pada panggung pertunjukan diawali dengan terlalu kurang lebih selama 5 menit. Penari keluar pada penampilan pertama gerak tarinya lincah dan dinamis, semua anggota tubuh termasuk mata, mulut dan rambut digerakan dengan lucu dan didominasi oleh gerak mengintai dan mengawasi. Apabila telah dianggap cukup waktunya, maka pertunjukan diakhiri dengan gerak tari berjalan. Penari Telik Sandi biasa ditarikan oleh minimum 4 orang bahkan bisa sampai belasan orang. Namun setiap individu penari bisa melakukan improvisasi gerak sesuai dengan gaya masing-masing.
Tuntunan untuk penonton
Ronggeng Bugis/Telik Sandi mempunyai pitutur sinandi terkandung suatu ajaran luhur bahwa kita hendaknya hidup sederhana, panarima, berkarya, ulet dan waspada Ronggeng Bugis yang dikembangkan di Cirebon, bersifat islami, memiliki kepewiraan. Tariini bukan untuk menonjolkan identitas yang tidak jelas secara kelamin/gender yaitu antara laki-laki dengan perempuan atau banci, akan tetapi heroisme keperwiraan yang penuh dengan resiko namun dikemas dengan cerdas dalam bentuk telik sandi/spionase. Menurut sebagian pendapat lisan, pasukan Telik Sandi ini dipimpin oleh panglima wanita yang cantik, cerdas dan gagah perkasa, yaitu Nyi Mas gandasari yang berasal dari Kerajaan aceh, murid Ki Sela Pandan, pendiri Cirebon.
Pengembangan
Ronggeng Bugis sebelunya kurang dikenal oleh masyarakat. Pada awal dekade tahun 1990 setelah Ronggeng Bugis diajarkan di Keraton Kacirebonan oleh Bapak Handoyo dengan dukungan Pangeran Yusuf Dendabrata, maka Ronggeng Bugis mulai lebih dikenal oleh masyarakat. Ronggeng Bugis dikembangkan terutama pada Festival Keraton Nusantara berikutnya tarian ini juga selalu diikutsertakan I tahun 1994 di Yogyakarta.Pada even festival keraton nusantara berikutnya tarian ini juga selalu diikutsetakan. Tarian ini juga dibawakan oleh duta budaya Pramuka STAIN Cirebon ke berbagai daerah seperti pada tanggal 22 – 30 September 2002 di Lampung Selatan, 23 – 31 Agustus di Kepulauan Seribu, tahun 2008 ke Palembang dan yang ter-up to date, tari ini dipertunujukan pada festival di Jambi, tanggal sebelas Juni 2009 dibawah bimbingan Sanggar Kebon Kangkung dan Sanggar Sekar Pandan. Tari ini sering dimodutifikasi, dipertunukan, ditarikan, di :
1.kabupaten Cirebon : Kecamatan Plumbon : Sanggar Pring Gading, Tokoh : Handoyo, Tono, dan Yno; Kecamatan Klangenan : Desa Bojong, tokoh : Riwan; Kecamatan Gunung Jati : Desa Buyut, tokoh : Wadi dan Senin; Kecamatan Weru: Desa Pangkalan.
2. Kota Cirebon : Sangar Sekar Pandan, tokoh : Elang Heri Komara Hadi, Sanggar Bagja Mulya, Sanggar Kebon Kangkung.
3. Sanggar Sekar Pandan selama belasan tahun mengajarkan Ronggeng Bugis di sekolah-sekolah dasar maupan lanjutan di Kota Cirebon.
0 komentar:
Posting Komentar