Asal mula tari ronggeng bugis
dilatarbelakangi ketegangan yang terjadi antara Kerajaan Cirebon dengan
Kerajaan Islam. Sunan Gunung Djati yang merupakan Raja Cirebon, saat itu
menyuruh seorang kerabat kerajaan yang berasal dari Bugis untuk memata-matai
atau melakukan telik sandi terhadap Kerajaan Pajajaran. Selama mengintai
Kerajaan Padjajaran dengan membawa kesenian Ronggeng Bugis atau tari Telik
Sandi, ternyata mereka banyak mendapat hasutan. Yaitu banyak informasi rahasia
Kerajaan Pakuan Padjajaran berhasil disadap Kerajaan Islam Cirebon. Masyarakat
tidak hanya menonton dan cukup merasa puas setelah menyaksikan tarian itu.
Lebih dari itu, ada sejumlah nilai dan makna yang bisa digali dari sebuah
tarian, termasuk dari tari ronggeng bugis atau telik sandi. Tarian yang
merupakan bentuk penyamaran tentara Kerajaan Bugisdi daerah Kerajaan Pajajaran
ini sepatutnya bisa digali dan dipahami.
Ronggeng bugis mempunyai pitutur
sinandi suatu ajaran luhur, bahwa kita hendaknya hidup sederhana, panarima,
berkarya, ulet, dan waspada. Ronggeng bugis yang dikembangkan di Cirebon
bersifat islami dan memiliki keperwiraan. Tarian ini bukan untuk menonjolkan
identitas yang tidak jelas secara kelamin/gender, yaitu antara laki-laki dengan
perempuan atau banci, melainkan heroisme keperwiraan yang penuh dengan risiko,
namun dikemas dengan cerdas dalam bentuk telik sandi/spionase. Menurutsebagian
pendapat lisan, pasukan telik sandi ini dipimpin panglima wanita yang cantik,
cerdas, dan gagah perkasa, yaitu Nyi Mas Gandasari yang berasal dari Kerajaan
Aceh, murid Ki Sela Pandan, pendiri Cirebon.
Ronggeng Bugis adalah satu jenis kesenian tradisional di Cirebon dan merupakan seni pertunjukan
rakyat untuk menghibur penonton dengan tarian dan ekspresi penuh dengan
kejenakaan atau lelucon dan mengundang tawa bagi yang
menyaksikannya. Ronggeng Bugis dikenal juga dengan nama Tari Telik Sandi.
Secara harfiah nama kesenian ini terdiri dari dua kata yaitu Ronggeng dan Bugis. Secara umum
pengertian ronggeng adalah penari wanita atau tondak primadona sebagai teman menari. Di Cirebon ada juga seni pertunjukan rakyat yang penarinya
adalah monyet yang disebut dengan ronggeng kethek (ledek kunyuk), tarian monyet yang jenaka yang meniru gerak-gerik
manusia. Namun yang dimaksud ronggeng dalam Ronggeng Bugis ini adalah penari
pria yang berbusana wanita. Yang dimaksud dengan busana wanita disini pun
bukanlah busana dengan tata rias yang cantik, akan tetapi lebih mendekati
kepada busana mirip badut yang mengundang gelak tawa.
Tarian Ronggeng Bugis juga mempunyai
pandangan unik dan melambangkan keagungan sekelompok prajurit Sunan Gunung Djati
dalam mengabdi kepada bangsa dan negaranya, walaupun cara apapun dilakukan
asalkan tidak melanggar ketentuan yang diajarkan oleh agama. Tari ini belum
terlalu dikenal oleh masyarakat. Jadi pada tahun 1990 setelah diajarkan di
Keraton Kacirebonan oleh Bapak Handoyo dengan dukungan Pangeran Yusuf
Dendabrata, maka tari Ronggeng Bugis ini bisa dikenal oleh masyarakat
luas. Dan mulai diinovasikan terutama pada acara festival Keraton Nusantara
juga selalu diikut sertakan di tahun 1994 di Yogyakarta.
0 komentar:
Posting Komentar