Di Cirebon ada juga seni pertunjukan rakyat yang penarinya
adalah monyet yang disebut dengan ronggeng kethek (ledek kunyuk), tarian
monyet yang jenaka yang meniru gerak-gerik manusia. Namun yang dimaksud
ronggeng dalam Ronggeng Bugis ini adalah penari pria yang berbusana wanita.
Yang dimaksud dengan busana wanita disini pun bukanlah busana dengan tata rias
yang cantik, akan tetapi lebih mendekati kepada busana mirip badut yang
mengundang gelak tawa.
Gerakan yang dilakukan menimbulkan
kesan lucu, karena setiap gerakan mereka harus selalu waspada pada saat
menjalankan suatu penyamaran, takut diketahui oleh para musuhnya. Meskipun
dalam pelaksanannya lumayan sulit, karena terkadang sifat laki-lakinya muncul
pada saat menari. Pakaian nya terdiri dari semacam kemeja perempuan bermotif,
kain batik, slendang serta aksesoris seperti bunga yang diletakkan di kepala.
Tarian ini
memiliki daya tarik tersendiri, karena selain yang menari semuanya
laki-laki, gerak tubuh para penari ini terasa kaku dan menimbulkan kesan
lucu. Hal ini tidak terlepas dari tugas penyamaran yang mereka lakukan,
sehingga gerakan yang bersifat waspada pun harus tetap diperlihatkan pada
saat sedang menari, takut kalau penyamaran tadi diketahui oleh
musuh- musuhnya. Bagaimana pun mereka yang menari ini adalah para prajurit yang sudah terlatih di medan perang, sehingga sikap waspada perlu
terus ditingkatkan. Apalagi mereka membawa misi khusus guna mengetahui
kekuatan lawan. Ronggeng Bugis
juga merupakan salah satu jenis tarian yang merupakan tari yang berkembang di
Cirebon Jawa Barat.
Pementasan Ronggeng Bugis diiringi
oleh gamelan/waditra yang terdiri atas kelenang, gong kecil, kendang kecil,
kecrek, dan saron. Para penari semuanya laki-laki yang menggunakan kebaya
berwarna menyolok dan terang. Sanggul kecil ditempelkan di belakang kepala pada
posisi miring. Make up mencolok dan gambar bibir yang miring sehingga perpaduan
seluruh hiasan yang digunakan memunculkan kesan lucu yang mengundang tawa. Tata
rias dan pakaian yang digunakan tidak selamanya baku. Semua dapat berubah-ubah
sesuai dengan bayangan kesan yang akan mengundang gelak tawa penonton. Jumlah
penari pada satu pementasan tidak ditentukan secara khusus. Rata-rata berjumlah
antara empat sampai dengan sembilan orang.
Jumlah penari akan disesuaikan
dengan luas arena pertunjukkan. Tarian tersebut rata-rata memerlukan arena
cukup luas karena dilakukan dengan gerakan lincah, penuh gerakan atraktif, dan
dilakukan oleh beberapa penari. Atraksi tari dimulai dengan munculnya seorang
penari yang memperagakan gerakan lucu. Gerakan tarian yang dibawakan beritmik
pelan dan gemulai. Setelah itu, muncul enam penari lain beriringan melakukan
gerakan tari yang sama, berlenggang-lenggok dengan berbagai gerakan. Gerakan
selanjutnya adalah gerakan yang mengandung cerita lucu. Berbagai gerakan lucu
tersebut berlangsung antara sepuluh hingga lima belas menit. Kelucuan tidak
terbatas pada gerakan, juga memanfaatkan hiasan yang dikenakan.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa
tarian ini dilahirkan pada masa dimana pembentukan Kerajaan Cirebon oleh Sunan
Gunung Djati pada tahun 1482. Awal mula terbentuknya dan lahirnya tarian
Ronggeng Bugis ini adalah sebagai samaran atau menyamar dalam kegiatan
memata-matai musuh. Tari yang dimainkan oleh kaum laki-laki ini didandani
seperti perempuan dan ditampilkan dalam bentuk sendra tari yang mengandung
unsur humoris. Kata “Bugis” yang melekat pada nama tari Ronggeng Bugis ini
identik dengan nama salah satu suku bangsa di Pulau Sulawesi bagian selatan
selain suku bangsa Makassar, dan Toraja.
0 komentar:
Posting Komentar