Ronggeng bugis mempunyai pitutur sinandi
suatu ajaran luhur, bahwa kita hendaknya hidup sederhana, panarima, berkarya,
ulet, dan waspada. Ronggeng bugis yang dikembangkan di Cirebon bersifat islami
dan memiliki keperwiraan. Tarian ini bukan untuk menonjolkan identitas yang
tidak jelas secara kelamin/gender, yaitu antara laki-laki dengan perempuan atau
banci, melainkan heroisme keperwiraan yang penuh dengan risiko, namun dikemas
dengan cerdas dalam bentuk telik sandi/spionase. Menurutsebagian pendapat
lisan, pasukan telik sandi ini dipimpin panglima wanita yang cantik, cerdas,
dan gagah perkasa, yaitu Nyi Mas Gandasari yang berasal dari Kerajaan Aceh,
murid Ki Sela Pandan, pendiri Cirebon.
Ronggeng bugis sebelumnya kurang
dikenal masyarakat. Pada awal tahun 1990, setelah ronggeng bugis diajarkan di
Keraton Kacirebonan oleh Handoyo dengan dukungan Pangeran Yusuf Dendabrata,
maka ronggeng bugis mulai dikenal masyarakat. Ronggeng bugis dikembangkan pada
Festival Keraton Nusantara. Kini tari ronggeng bugis telah berkembang pan
dikenal masyarakat. Bukan hanya oleh masyarakat Kabupaten dan Kota Cirebon,
tarian ini pun telah dikenal hampir seluruh masyarakat Jabar. Handoyo adalah
orang yang berani mengembangkan dan memperkenalkan tarian Ronggeng Bugis kepada
masyarakat luar Cirebon. Ketika festival keraton yang ke-2 di Solo. Bapak handoyo
mengangkat tari Ronggeng Bugis untuk mewakili keraton kacirebonan, sehingga
beliau memperkenalkan kembali melalui keraton kacirebonan tari Ronggeng Bugis
ini. Gerakan tari Ronggeng Bugis juga dibuat lucu tetapi tetap mengandung makna
simbolis. Gerakan Melihat.
Ronggeng
Bugis sebelumnya kurang dikenal oleh masyarakat. Pada awal dekade tahun 1990 setelah
Ronggeng Bugis diajarkan di Keraton Kacirebonan oleh Bapak Handoyo dengan
dukungan Pangeran Yusuf Dendabrata, maka Ronggeng Bugis mulai lebih dikenal oleh
masyarakat. Ronggeng Bugis dikembangkan terutama pada Festival Keraton
Nusantara berikutnya tarian ini juga selalu diikutsertakan tahun 1994 di
Yogyakarta. Pada acara
festival keraton nusantara berikutnya tarian ini juga selalu diikutsetakan.
Tarian ini juga dibawakan oleh duta budaya Pramuka STAIN Cirebon ke berbagai
daerah seperti pada tanggal 22–30 September 2002 di Lampung Selatan, 23–31 Agustus di Kepulauan Seribu,
tahun 2008 ke Palembang dan yang terbaru tari Ronggeng
Bugis ini dipertunujukan pada festival
di Jambi, tanggal sebelas Juni 2009 dibawah bimbingan Sanggar Kebon Kangkung
dan Sanggar Sekar Pandan.
Tarian ini memiliki daya tarik tersendiri, karena selain yang menari
semuanya laki-laki, gerak tubuh para penari ini terasa kaku dan menimbulkan
kesan lucu. Hal ini tidak terlepas dari tugas penyamaran yang mereka
lakukan, sehingga gerakan yang bersifat waspada pun harus tetap
diperlihatkan pada saat sedang menari, takut kalau penyamaran tadi
diketahui oleh musuh- musuhnya. Bagaimana pun mereka yang menari ini
adalah para
prajurit yang sudah terlatih di medan perang, sehingga sikap waspada perlu
terus ditingkatkan. Apalagi mereka membawa misi khusus guna mengetahui
kekuatan lawan. Ronggeng
Bugis juga merupakan salah satu jenis tarian yang merupakan tari yang
berkembang di Cirebon Jawa Barat.
Terbentuknya
dan lahirnya Tarian Ronggeng Bugis ini adalah sebagai samaran atau menyamar
dalam kegiatan memata-matai musuh. Tari yang dimainkan oleh kaum laki-laki ini
didandani seperti perempuan dan ditampilkan dalam bentuk sendra tari yang
mengandung unsur humoris. Kata “Bugis” yang melekat pada nama tari Ronggeng
Bugis ini identik dengan nama salah satu suku bangsa di Pulau Sulawesi bagian
selatan selain suku bangsa Makassar, dan Toraja. Kaitan antara Kerajaan Cirebon
dengan suku Bugis ini adalah bahwa orang-orang bugis telah menjadi bagian dari
pasukan telik sandi Cirebon sehingga namanya menjadi Ronggeng Bugis.
0 komentar:
Posting Komentar