Pada saat itu Kerajaan Cirebon dibantu oleh pasukan Bugis yang ada di Cirebon, dengan menyamar sebagai ronggeng yang biasanya wanita ini digantikan oleh pria yang berdandan layaknya seorang penari wanita. Dari penyamaran yang dilakukan oleh para pasukan yang bermacam-macam jenisnya membawa kemenangan bagi misi pasukan Sunan Gunung Djati dan sekarang tarian ini menjadi fungsi seni bagi masyarakat, dan atas dasar penyamaran tersebut munculah Tarian Ronggeng Bugis, yang semua penarinya adalah laki-laki dengan make up dan aksesoris perempuan.
Tarian Ronggeng Bugis juga mempunyai pandangan unik dan melambangkan keagungan sekelompok prajurit Sunan Gunung Djati dalam mengabdi kepada bangsa dan negaranya, walaupun cara apapun dilakukan asalkan tidak melanggar ketentuan yang diajarkan oleh agama. Tari ini belum terlalu dikenal oleh masyarakat. Jadi pada tahun 1990 setelah diajarkan di Keraton Kacirebonan oleh Bapak Handoyo dengan dukungan Pangeran Yusuf Dendabrata, maka tari Ronggeng Bugis ini bisa dikenal oleh masyarakat luas. Dan mulai diinovasikan terutama pada acara festival Keraton Nusantara juga selalu diikut sertakan di tahun 1994 di Yogyakarta.
Nama Bugis yang dikenal sebagian masyarakat, akan mengira jika tari Ronggeng Bugis ini berasal dari Bugis, Sulawesi Selatan. Namun, itu hanyalah sebuah nama tarian yang berasal dari Cirebon, Jawa Barat. Tarian yang di padu dengan gerakan tari komedi ini dimainkan oleh satu atau beberapa penari laki-laki yang menggunakan busana wanita. Busana yang digunakan adalah busana mirip badut yang memiliki kesan lucu, sehingga tak jarang masyarakat yang melihat pun tertawa. Hal tersebut merupakan ciri khas dari tarian Ronggeng Bugis ini.
Asal mula tari ronggeng bugis dilatarbelakangi ketegangan yang terjadi antara Kerajaan Cirebon dengan Kerajaan Islam. Sunan Gunung Djati yang merupakan Raja Cirebon, saat itu menyuruh seorang kerabat kerajaan yang berasal dari Bugis untuk memata-matai atau melakukan telik sandi terhadap Kerajaan Pajajaran. Selama mengintai Kerajaan Padjajaran dengan membawa kesenian Ronggeng Bugis atau tari Telik Sandi, ternyata mereka banyak mendapat hasutan. Yaitu banyak informasi rahasia Kerajaan Pakuan Padjajaran berhasil disadap Kerajaan Islam Cirebon.
Masyarakat tidak hanya menonton dan cukup merasa puas setelah menyaksikan tarian itu. Lebih dari itu, ada sejumlah nilai dan makna yang bisa digali dari sebuah tarian, termasuk dari tari ronggeng bugis atau telik sandi. Tarian yang merupakan bentuk penyamaran tentara Kerajaan Bugisdi daerah Kerajaan Pajajaran ini sepatutnya bisa digali dan dipahami. Ronggeng bugis mempunyai pitutur sinandi suatu ajaran luhur, bahwa kita hendaknya hidup sederhana, panarima, berkarya, ulet, dan waspada.
Ronggeng bugis yang dikembangkan di Cirebon bersifat islami dan memiliki keperwiraan. Tarian ini bukan untuk menonjolkan identitas yang tidak jelas secara kelamin/gender, yaitu antara laki-laki dengan perempuan atau banci, melainkan heroisme keperwiraan yang penuh dengan risiko, namun dikemas dengan cerdas dalam bentuk telik sandi/spionase. Menurutsebagian pendapat lisan, pasukan telik sandi ini dipimpin panglima wanita yang cantik, cerdas, dan gagah perkasa, yaitu Nyi Mas Gandasari yang berasal dari Kerajaan Aceh, murid Ki Sela Pandan, pendiri Cirebon.
Ronggeng bugis sebelumnya kurang dikenal masyarakat. Pada awal tahun 1990, setelah ronggeng bugis diajarkan di Keraton Kacirebonan oleh Handoyo dengan dukungan Pangeran Yusuf Dendabrata, maka ronggeng bugis mulai dikenal masyarakat. Ronggeng bugis dikembangkan pada Festival Keraton Nusantara. Kini tari ronggeng bugis telah berkembang pan dikenal masyarakat. Bukan hanya oleh masyarakat Kabupaten dan Kota Cirebon, tarian ini pun telah dikenal hampir seluruh masyarakat Jabar.
Handoyo adalah orang yang berani mengembangkan dan memperkenalkan tarian Ronggeng Bugis kepada masyarakat luar Cirebon. Ketika festival keraton yang ke-2 di Solo. Bapak handoyo mengangkat tari Ronggeng Bugis untuk mewakili keraton kacirebonan, sehingga beliau memperkenalkan kembali melalui keraton kacirebonan tari Ronggeng Bugis ini. Gerakan tari Ronggeng Bugis juga dibuat lucu tetapi tetap mengandung makna simbolis. Gerakan Melihat.
Ronggeng Bugis
adalah satu jenis kesenian tradisional di Cirebon dan merupakan seni pertunjukan rakyat untuk
menghibur penonton dengan tarian dan ekspresi penuh dengan kejenakaan atau lelucon dan mengundang
tawa bagi yang menyaksikannya.
Ronggeng Bugis dikenal juga dengan nama Tari Telik Sandi. Secara harfiah nama kesenian ini terdiri dari dua kata yaitu Ronggeng dan Bugis. Secara umum pengertian ronggeng adalah penari wanita atau tondak primadona sebagai teman menari. Di Cirebon ada juga seni pertunjukan rakyat yang penarinya adalah monyet yang disebut dengan ronggeng kethek (ledek kunyuk), tarian monyet yang jenaka yang meniru gerak-gerik manusia. Namun yang dimaksud ronggeng dalam Ronggeng Bugis ini adalah penari pria yang berbusana wanita. Yang dimaksud dengan busana wanita disini pun bukanlah busana dengan tata rias yang cantik, akan tetapi lebih mendekati kepada busana mirip badut yang mengundang gelak tawa.
Ronggeng Bugis sebelumnya kurang dikenal oleh masyarakat. Pada awal dekade tahun 1990 setelah Ronggeng Bugis diajarkan di Keraton Kacirebonan oleh Bapak Handoyo dengan dukungan Pangeran Yusuf Dendabrata, maka Ronggeng Bugis mulai lebih dikenal oleh masyarakat. Ronggeng Bugis dikembangkan terutama pada Festival Keraton Nusantara berikutnya tarian ini juga selalu diikutsertakan tahun 1994 di Yogyakarta. Pada acara festival keraton nusantara berikutnya tarian ini juga selalu diikutsetakan. Tarian ini juga dibawakan oleh duta budaya Pramuka STAIN Cirebon ke berbagai daerah seperti pada tanggal 22–30 September 2002 di Lampung Selatan, 23–31 Agustus di Kepulauan Seribu, tahun 2008 ke Palembang dan yang terbaru tari Ronggeng Bugis ini dipertunujukan pada festival di Jambi, tanggal sebelas Juni 2009 dibawah bimbingan Sanggar Kebon Kangkung dan Sanggar Sekar Pandan. Tari ini sering dipertunjukan atau ditarikan di :
Ronggeng Bugis dikenal juga dengan nama Tari Telik Sandi. Secara harfiah nama kesenian ini terdiri dari dua kata yaitu Ronggeng dan Bugis. Secara umum pengertian ronggeng adalah penari wanita atau tondak primadona sebagai teman menari. Di Cirebon ada juga seni pertunjukan rakyat yang penarinya adalah monyet yang disebut dengan ronggeng kethek (ledek kunyuk), tarian monyet yang jenaka yang meniru gerak-gerik manusia. Namun yang dimaksud ronggeng dalam Ronggeng Bugis ini adalah penari pria yang berbusana wanita. Yang dimaksud dengan busana wanita disini pun bukanlah busana dengan tata rias yang cantik, akan tetapi lebih mendekati kepada busana mirip badut yang mengundang gelak tawa.
Ronggeng Bugis sebelumnya kurang dikenal oleh masyarakat. Pada awal dekade tahun 1990 setelah Ronggeng Bugis diajarkan di Keraton Kacirebonan oleh Bapak Handoyo dengan dukungan Pangeran Yusuf Dendabrata, maka Ronggeng Bugis mulai lebih dikenal oleh masyarakat. Ronggeng Bugis dikembangkan terutama pada Festival Keraton Nusantara berikutnya tarian ini juga selalu diikutsertakan tahun 1994 di Yogyakarta. Pada acara festival keraton nusantara berikutnya tarian ini juga selalu diikutsetakan. Tarian ini juga dibawakan oleh duta budaya Pramuka STAIN Cirebon ke berbagai daerah seperti pada tanggal 22–30 September 2002 di Lampung Selatan, 23–31 Agustus di Kepulauan Seribu, tahun 2008 ke Palembang dan yang terbaru tari Ronggeng Bugis ini dipertunujukan pada festival di Jambi, tanggal sebelas Juni 2009 dibawah bimbingan Sanggar Kebon Kangkung dan Sanggar Sekar Pandan. Tari ini sering dipertunjukan atau ditarikan di :
Kabupaten Cirebon : Kecamatan Plumbon, Sanggar Pring Gading.
Tokoh : Handoyo, Tono.
Kecamatan Klangenan : Desa Bojong.
Tokoh : Riwan.
Kecamatan Gunung Jati : Desa Buyut.
Tokoh : Wadi dan Senin.
Kecamatan Weru : Desa Pangkalan.
Kota Cirebon : Sangar Sekar Pandan.
tokoh : Elang Heri Komara Hadi, Sanggar Bagja Mulya, Sanggar Kebon
Kangkung.
Sanggar Sekar Pandan selama belasan tahun mengajarkan Ronggeng Bugis di
sekolah-sekolah dasar maupan lanjutan di Kota Cirebon.
0 komentar:
Posting Komentar